Cari Kata Kunci Di Blog Ini

Senin, 04 Desember 2017

Materi Konsep Spiritual

Konsep Spiritual Menurut Para Ahli :

Menurut Adler, manusia adalah makhluk yang sadar, yang berarti bahwa ia sadar terhadap semua alasan tingkah lakunya, sadar inferioritasnya, mampu membimbing tingkah lakunya, dan menyadari sepenuhnya arti dari segala perbuatan untuk kemudian dapat mengaktualisasikan dirinya. (dalam Mahpur&Habib,2006:35)

Spiritualitas diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara eksistensial untuk manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu berharga, namun juga fokus pada mengapa hidup berharga.

Menjadi spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (Hasan, 2006:288)

Carl Gustav Jung mengatakan, “Dari sekian banyak pasien yang saya hadapi, tak satupun dari mereka yang problem utamanya bukan karena pandangan religius, dengan kata lain mereka sakit karena tidak ada rasa beragama dalam diri mereka, apalagi semuanya sembuh setelah bertekuk lutut di hadapan agama.”(dalam Ihsan, 2012:9)

Ternyata, kemudian ilmu pengetahuan dan agama keduanya merupakan kunci berharga untuk membuka pintu rumah berharga dunia untuk mengetahui Dia sebagai Pencipta. (Piedmont, 1999:985)

Menurut Fontana& Davic, definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendefinisikan agama atau religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spiritual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirittingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai faktor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi,(dalam Tamami,2011:19)

Secara terminologis, spiritu alitas berasal dari kata “spirit”. Dalam literatur agama dan spiritualitas, istilah spiritmemiliki dua makna substansial, yaitu:
Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan, serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang merupakan dasar utama dari keyakinan spiritual.“Spirit” merupakan bagian terdalam dari jiwa, dan sebagai alat komunikasi atau sarana yang memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.
 "Spirit” mengacu pada konsep bahwa semua “spirit” yang saling berkaitan merupakan bagian dari sebuah kesatua (consciousness and intellect) yang lebih besar. (http://www.wikipedia.com)
Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin "Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. (dalam Tamami,2011:19)
 
Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. (Hasan, 2006:294)


Pada penelitian-penelitian awal, baik spiritualitas maupun agama sering dilihat sebagai dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama. Apa yang dimaksud dengan spiritualitas dan apa yang dimaksud dengan agama sering dianggap sama dan kadang membingungkan. Namun kemudian, spiritualitas telah dianggap sebagai karakter khusus (connotations) dari keyakinan seseorang yang lebih pribadi, tidak terlalu dogmatis, lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru dan beragam pengaruh, serta lebih pluralistik dibandingkan dengan keyakinan yang dimaknai atau didasarkan pada agama-agama formal (http://www.wikipedia.com) 

Definisi Spiritualitas

Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal:
Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan.

Komponen vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas dari Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang

Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu juga sejalan dengan pendapat Elkins et al. (1988) yang mengartikan spiritualitas sebagai suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang melalui kesadaran akan dimensi transenden dan memiliki karakteristik beberapa nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang dipertimbangkan seseorang sebagai Yang Kuasa.

Sedangkan komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas dari Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain. Pendapat ini tidak memasukkan agama dalam mendefinisikan spiritualitas dan spiritualitas.

Spiritualitas dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga di tempat kerja. Ashmos (2000) mendefinisikan spiritualitas di tempat kerja sebagai suatu pengenalan bahwa karyawan memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara dan dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang mengambil tempat dalam konteks komunitas. Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki tiga komponen, yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan komunitas. Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan tentang agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama mereka di tempat kerja.

Spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari Tischler (2002) yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.

Setelah menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat kerja, selanjutnya akan diuraikan mengenai komponen-komponen dari spiritualitas.

Komponen Spiritualitas

Elkins et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang yang mereka anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual). Partisipan dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai komponen spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur humanistik, fenomenologis dan eksistensialisme yang telah dilakukan sebelumnya) dan diminta untuk menilai komponen-komponen tersebut berdasarkan pengalaman dan pengertian pribadi mereka mengenai spiritualitas itu sendiri. Hasil dari penelitian ini mengarahkan Elkins et al. untuk sampai pada sembilan komponen dari spiritualitas, yaitu:

1.  Dimensi transenden
Individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan. Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu bisa jadi menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model pemahaman tertentu atau bahkan metafora. Pada intinya penggambaran tersebut akan menerangkan kepercayaannya akan adanya sesuatu yang lebih dari sekedar hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut. Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang transenden dari LaPierre dalam Hill (2000).

2.  Makna dan tujuan dalam hidup
Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masing-masing. Dasar dan inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan yaitu bahwa hidup memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di dunia memiliki tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan makna hidup dari LaPierre dalam Hill (2000).

3.  Misi hidup
Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab pada kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin merasa akan adanya takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan tujuan hidup, individu mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan pemahaman adanya proses pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam komponen misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.

4.  Kesakralan hidup
Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam semua hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi, namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.

5.  Nilai-nilai material
Individu yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material. Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau uang namun tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka menyadari bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.

6.  Altruisme
Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers). Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada sesama.

7.  Idealisme
Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bukan saja pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang dimungkinkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk diwujudkan. Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya masing-masing.

8.  Kesadaran akan peristiwa tragis
Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan eksistensinya dalam hidup.

9.  Buah dari spiritualitas
Komponen terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen sebelumnya dimana individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya sebagai aspek transenden.

Komponen-komponen spiritualitas menurut Elkins et. al. (1988) mencakup hubungan seorang individu dengan daya yang melebihi dirinya dan juga dengan orang-orang di sekitarnya. Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas. Selanjutnya akan diuraikan mengenai aspek-aspek dari spiritualitas.

Aspek-Aspek Spiritualitas

Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional:
Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).
Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual.
Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.

Selanjutnya akan diuraikan mengenai kompetensi apa saja yang didapat dari spiritualitas yang berkembang.

Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang

Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu :
  • Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri
  • Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik
  • Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang positif, empati, altruisme
  • Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan

Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas. Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, Orang-orang yang spiritualnya baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih puas dengan pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan kompetensi-kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk membuat alat ukur.

Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan spiritualitas.

Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas

Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu:
a. Diri sendiri
Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas

b. Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi

c. Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam, musik, seni, dan hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara perawatan spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua ungkapan spiritualitas ini dalam perawatan pada pasien

Howard (2002) menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu lingkungan. Young (2007) mengartikan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang.
Young (2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar