Konsep Spiritual Menurut Para Ahli :
Menurut
Adler, manusia adalah makhluk yang sadar, yang berarti bahwa ia sadar terhadap
semua alasan tingkah lakunya, sadar inferioritasnya, mampu membimbing tingkah
lakunya, dan menyadari sepenuhnya arti dari segala perbuatan untuk kemudian
dapat mengaktualisasikan dirinya. (dalam Mahpur&Habib,2006:35)
Spiritualitas
diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara eksistensial
untuk manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu
berharga, namun juga fokus pada mengapa hidup berharga.
Menjadi
spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat
kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material.
Spiritualitas merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan
dan makna hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan
dan kesejahteraan seseorang. (Hasan, 2006:288)
Carl
Gustav Jung mengatakan, “Dari sekian banyak pasien yang saya hadapi, tak
satupun dari mereka yang problem utamanya bukan karena pandangan religius,
dengan kata lain mereka sakit karena tidak ada rasa beragama dalam diri mereka,
apalagi semuanya sembuh setelah bertekuk lutut di hadapan agama.”(dalam Ihsan,
2012:9)
Ternyata,
kemudian ilmu pengetahuan dan agama keduanya merupakan kunci berharga untuk
membuka pintu rumah berharga dunia untuk mengetahui Dia sebagai Pencipta.
(Piedmont, 1999:985)
Menurut
Fontana& Davic, definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendefinisikan
agama atau religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat
beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spiritual mempunyai beberapa arti,
diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau
menunjukan spirittingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai
faktor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan
psikologi,(dalam Tamami,2011:19)
Secara
terminologis, spiritu alitas berasal dari kata “spirit”. Dalam literatur agama
dan spiritualitas, istilah spiritmemiliki dua makna substansial, yaitu:
Karakter
dan inti dari jiwa-jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan, serta
pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang merupakan dasar utama dari
keyakinan spiritual.“Spirit” merupakan bagian terdalam dari jiwa, dan sebagai
alat komunikasi atau sarana yang memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan
Tuhan.
"Spirit” mengacu pada konsep bahwa semua
“spirit” yang saling berkaitan merupakan bagian dari sebuah kesatua
(consciousness and intellect) yang lebih besar. (http://www.wikipedia.com)
Menurut
kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin
"Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang
berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan
memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan
yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal
yang bersifat fisik atau material. Spiritualitas merupakan kebangkitan atau
pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual
merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang. (dalam Tamami,2011:19)
Spiritualitas
kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran
tentang diri dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. (Hasan,
2006:294)
Pada
penelitian-penelitian awal, baik spiritualitas maupun agama sering dilihat
sebagai dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama. Apa yang dimaksud
dengan spiritualitas dan apa yang dimaksud dengan agama sering dianggap sama
dan kadang membingungkan. Namun kemudian, spiritualitas telah dianggap sebagai
karakter khusus (connotations) dari keyakinan seseorang yang lebih pribadi,
tidak terlalu dogmatis, lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru dan
beragam pengaruh, serta lebih pluralistik dibandingkan dengan keyakinan yang
dimaknai atau didasarkan pada agama-agama formal (http://www.wikipedia.com)
Definisi
Spiritualitas
Spiritualitas
adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih
besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari
manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri
orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua
komponen, yaitu vertikal dan horizontal:
Komponen
vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah
kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk
berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
Komponen
horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan.
Komponen
vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas dari
Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan
personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu,
idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang
Mutlak.
Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya
dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Selain
itu juga sejalan dengan pendapat Elkins et al. (1988) yang mengartikan
spiritualitas sebagai suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang melalui
kesadaran akan dimensi transenden dan memiliki karakteristik beberapa nilai
yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang
dipertimbangkan seseorang sebagai Yang Kuasa.
Sedangkan
komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas
dari Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa tentang
perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain. Pendapat
ini tidak memasukkan agama dalam mendefinisikan spiritualitas dan
spiritualitas.
Spiritualitas
dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga di tempat kerja.
Ashmos (2000) mendefinisikan spiritualitas di tempat kerja sebagai suatu
pengenalan bahwa karyawan memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara dan
dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang mengambil tempat dalam konteks
komunitas. Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki tiga
komponen, yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan
komunitas. Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan
tentang agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama
mereka di tempat kerja.
Spiritualitas
yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari Tischler (2002)
yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan perilaku atau
sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual berarti
menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Setelah
menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat kerja,
selanjutnya akan diuraikan mengenai komponen-komponen dari spiritualitas.
Komponen
Spiritualitas
Elkins
et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang yang mereka
anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual). Partisipan
dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai komponen
spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur humanistik,
fenomenologis dan eksistensialisme yang telah dilakukan sebelumnya) dan diminta
untuk menilai komponen-komponen tersebut berdasarkan pengalaman dan pengertian
pribadi mereka mengenai spiritualitas itu sendiri. Hasil dari penelitian ini
mengarahkan Elkins et al. untuk sampai pada sembilan komponen dari
spiritualitas, yaitu:
1. Dimensi transenden
Individu
spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan. Inti yang
mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan atau apapun
yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu bisa jadi
menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model pemahaman
tertentu atau bahkan metafora. Pada intinya penggambaran tersebut akan
menerangkan kepercayaannya akan adanya sesuatu yang lebih dari sekedar hal-hal
yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya
menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.
Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi
transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang transenden
dari LaPierre dalam Hill (2000).
2. Makna dan tujuan dalam hidup
Individu
yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan hidup. Dari
proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki
makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masing-masing. Dasar dan
inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan yaitu bahwa hidup
memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di dunia memiliki
tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan makna hidup dari
LaPierre dalam Hill (2000).
3. Misi hidup
Individu
merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab pada
kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin merasa akan adanya
takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan tujuan hidup, individu
mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan pemahaman adanya proses
pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam komponen misi hidup, individu
memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam
target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.
4. Kesakralan hidup
Individu
yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam semua hal
hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti pemisahan antara
yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi, namun justru
percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang sakral dapat
juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.
5. Nilai-nilai material
Individu
yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan manusia, termasuk
pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material. Oleh karena itu,
individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau uang namun
tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka menyadari
bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa banyak
kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.
6. Altruisme
Individu
yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari masing-masing
orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers). Mereka meyakini
bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa umat manusia terikat
satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering
dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini
diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan
cinta altruistiknya pada sesama.
7. Idealisme
Individu
yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia yang dapat
diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bukan saja
pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang dimungkinkan dari
hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka percaya bahwa kondisi
ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk diwujudkan. Kepercayaan ini
membuat mereka memiliki komitmen untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik,
setidaknya dalam kapasitasnya masing-masing.
8. Kesadaran akan peristiwa tragis
Individu
yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup seperti rasa
sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar mereka
dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau kembali
arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya sebagai
alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan eksistensinya
dalam hidup.
9. Buah dari spiritualitas
Komponen
terakhir merupakan cerminan atas kedelapan komponen sebelumnya dimana individu
mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan, kepercayaan dan nilai-nilai
yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai efek dari spiritualitasnya,
dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain,
alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya sebagai aspek transenden.
Komponen-komponen
spiritualitas menurut Elkins et. al. (1988) mencakup hubungan seorang individu
dengan daya yang melebihi dirinya dan juga dengan orang-orang di sekitarnya.
Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen
di atas. Selanjutnya akan diuraikan mengenai aspek-aspek dari spiritualitas.
Aspek-Aspek
Spiritualitas
Menurut
Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial,
aspek kognitif, dan aspek relasional:
Aspek
eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari dirinya
yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada
aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).
Aspek
kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif terhadap
realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah literatur atau
melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan
untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran kategorikal yang telah
terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang
terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman tersebut, disebut aspek
kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan kegiatan
pencarian pengetahuan spiritual.
Aspek
relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan
Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang membangun,
mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.
Selanjutnya
akan diuraikan mengenai kompetensi apa saja yang didapat dari spiritualitas
yang berkembang.
Kompetensi
yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang
Tischler
(2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas
yang berkembang, yaitu :
- Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri
- Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik
- Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang positif, empati, altruisme
- Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan
Seseorang
dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas.
Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, Orang-orang yang spiritualnya baik
memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan
altruisme yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih puas dengan
pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan kompetensi-kompetensi yang
didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk membuat alat
ukur.
Setelah
diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang,
selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan spiritualitas.
Faktor
yang berhubungan dengan spiritualitas
Dyson
dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas, yaitu:
a.
Diri sendiri
Jiwa
seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi atau
penyelidikan spiritualitas
b.
Sesama
Hubungan
seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk
menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai
bagian pokok pengalaman manusiawi
c.
Tuhan
Pemahaman
tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami
dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan
secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang
menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil
berbagai macam bentuk dan mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan
orang lain. Manusia mengalami Tuhan dalam banyak cara seperti dalam suatu
hubungan, alam, musik, seni, dan hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan
penyelenggara perawatan spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua
ungkapan spiritualitas ini dalam perawatan pada pasien
Howard
(2002) menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu
lingkungan. Young (2007) mengartikan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar seseorang.
Young
(2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting
dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang
yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan
berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan
maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar